Tag Archives: sujud

Lowongan Kerja dan Cara Membuat Curriculum Vitae yang Bombastis

22 Jan

Bayangkan, ada seseorang datang kepada Anda minta pekerjaan. Dia datang dengan membawa selembar Curriculum Vitae.

Membaca Curriculum Vitae-nya, Anda akan merasa kagum akan prestasinya. Tidak dapat disangkal ia adalah seorang pekerja keras, profesional, dan mahir di segala bidang.

Berikut ini adalah Curriculum Vitae-nya.

Nama : Iblis
Gelar : Syetan
Alamat Sementara : Hati orang yang lalai
Alamat Tetap : Neraka Jahannam
Kantor : Tempat-tempat yang kotor dan penuh kemaksiatan
Pekerjaan : Pembina Kesesatan
Jabatan : Panglima Tinggi Kekufuran dan Syirik
Pangkat/Golongan : Pembangkang Utama
Kekuasaan : Lemah sekali
SK Masa Kerja : Sejak menolak bersujud kepada Adam sampai hari Kiamat
Modal Kerja : Angan-angan
Cara Kerja : Bertahap
Sumber Usaha : Semua yang haram
Cita-cita : Semua manusia masuk neraka
Hobi : Menjerumuskan dan menyesatkan
Istri : Semua yang terbuka auratnya
Jaringan dan Massa : Syetan dari kalangan jin dan manusia
Alat Kampanye Favorit : Wanita, seks, dan harta
Kutipan Favorit : ‘Aku lebih baik dari siapapun’
Tempat Favorit : Pasar, mall, dan tempat-tempat kotor
Teman Favorit : Orang munafik dan anti kebenaran
Yang paling disenangi dari manusia : Gosip, menjelek-jelekan orang, dan mengintip keburukan orang
Yang membuatnya menangis : Istighfar, zikir, doa, sujudnya manusia
Yang paling ditakuti : Orang beriman, bertakwa, dan senantiasa ingat Allah

Jika ada yang datang kepada Anda membawa lamaran kerja dengan curriculum vitae di atas, apakah Anda mau menerimanya sebagai karyawan Anda, atau bahkan sebagai tangan kanan bisnis Anda? 🙂

Kata Allah swt, ‘Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia sebagai musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak kelompoknya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala’ (al-Quran surat Fathir/35: 6)

[ ]

Note:

Curriculum Vitae Iblis diadaptasi dari kitab Wiqoyah al-Insan min al-Jinn wa al-Syaythan, karangan Syaikh Wahid Abdussalam Bali (Edisi Revisi, Dar al-Basyir, Kairo, 1422 H)

Untung Ada al-Ghazali

29 Des

Para pencari ilmu akan kenal dengan Imam al-Ghazali, sang Hujjatul Islam. Karya-karya al-Ghazali begitu bermanfaat buat orang banyak. Tidak terhitung para ulama dan akademisi yang mendalami karya-karyanya. Orang yang mengaku cinta ilmu, namun ia tidak pernah membaca apalagi mendengar nama kitab Ihya Ulumuddin, karya fenomenalnya, maka pengakuannya tertolak dan keilmuannya perlu diragukan. Kitab Ihya memang tidak pantas dilewatkan oleh para pencari ilmu. Meskipun al-Hafizh al-Iraqi melakukan ta‘liq terhadap hadits-hadits yang ada dalam Ihya dan ditemukan ada yang bermasalah, namun hal itu tidak mengurangi ketinggian karya al-Ghazali ini. Betapa banyak para ulama besar yang di dalam karya-karyanya masih memuat hadits-hadits bermasalah. Sebut saja, misalnya, Ibnu al-Jawzi al-Baghdadi, alim besar bermazhab Hanbali yang memiliki banyak karya penting dalam khazanah keilmuan Islam, masih memuat hadits-hadits yang tidak ditemukan dasarnya, dalam karyanya Bustan al-Wa’izhin.

Di antara karya al-Ghazali yang layak dibaca adalah kitab al-Arbain fi Ushuluddin. Kitab ini dibagi dalam empat kategori. Kategori pertama membahas pokok-pokok akidah. Kategori kedua membahas amalan-amalan lahiriah dan peribadatan. Kategori ketiga membahas penyucian hati dari akhlak-akhlak tercela dan cara menyucikannya. Kategori keempat membahas cara menghiasi diri dengan akhlak-akhlak mulia. Inilah kitab yang diwasiatkan para ulama salaf untuk dibaca dan dipesankan para ulama khalaf untuk dipelajari.

Saya tersenyum ketika membaca pembahasan tentang kelompok orang-orang yang melakukan riya dalam kitab itu. Saya tersenyum karena saya termasuk di dalamnya dan kena smash dari al-Ghazali. Dan, saya tidak tahu apakah orang lain akan tersenyum juga ketika membacanya.

Nah, kali ini saya akan posting tulisan al-Ghazali yang ada dalam kitab itu. Insya Allah, terjemahan saya tidak begitu meleset dari bahasa aslinya. Saya berharap Anda tidak tersenyum ketika membacanya, apalagi merasa kena smash dari al-Ghazali.

Menurut al-Ghazali, hakikat riya adalah mencari ‘posisi’ dalam hati manusia melalui amalan ibadah dan amalan kebajikan (thalab al-manzilah fi qulub al-nas bil ibadat wa a‘mal al-khayr).

Lalu al-Ghazali membagi pelaku riya menjadi 6 kelompok, dilihat dari beberapa segi.

Pertama, riya dari segi fisik (ar-riya’ min jihat al-badan), tandanya yaitu menampakkan wajah pucat agar disangka sedang berpuasa, atau menunjukkan kesedihan agar disangka peduli dengan urusan agama, atau menampakkan rambut yang kusut agar disangka tenggelam dengan urusan agama dan tidak memikirkan dirinya sendiri, atau menampakkan mulut yang bau agar disangka sedang berpuasa, atau merendahkan suara agar disangka sedang serius ber-mujahadah.

Kedua, riya dari segi gaya (ar-riya’ bil hay’ah), tandanya yaitu seperti memendekkan kumis, menundukkan kepala ketika berjalan, menampakkan ketenangan ketika berjalan, meninggalkan bekas sujud di wajah (maksudnya: tanda hitam di jidat), memejamkan mata agar disangka sedang terkena tarikan ruhani (al-wajd) dan penampakan ruhani (mukasyafah) atau sedang tenggelam memikirkan sesuatu persoalan (gha’ish fil fikr).

Ketiga, riya dari segi pakaian (ar-riya’ fi al-tsiyab), tandanya yaitu seperti memakai pakaian ala sufi, pakaian kasar, memendekkan pakaian sampai setengah betis, membiarkan pakaian terlihat compang-camping dan kumal, semuanya itu agar disangka ia tidak punya waktu untuk mengurusi yang demikian. Tanda lainnya shalat di atas sajadah agar disangka seorang sufi, padahal ia tidak tahu siapa hakikat sufi yang sebenarnya. Tanda lainnya adalah memakai jubah, seledang, dan melebarkan lengan baju, agar disangka ia orang alim. Tanda lainnya adalah memakai kaos tangan/kaki agar disangka ia orang yang hidup sederhana karena begitu hati-hatinya dengan debu jalanan.

Keempat, riya dari segi perkataan (ar-riya’ bil qawl), tandanya yaitu seperti seorang pemberi nasihat dan peringatan yang membagus-baguskan perkataannya dan mengungkapkannya dengan kalimat puitis, atau berbicara dengan ungkapan-ungkapan hikmah dan ucapan para salaf sambil melembutkan suara dan menampakkan kepiluan, padahal batinnya kosong dari ketulusan dan keikhlasan, namun ia melakukan semua itu agar disangka begitu. Orang seperti ini juga menampakkan kesedihan di tengah orang banyak, namun ketika sendiri ia bermaksiat kepada Allah. Tanda lainnya seperti orang yang mengklaim hapal hadits dan bertemu dengan banyak guru, dan ia dengan mudah mengatakan bahwa hadits ini shahih, hadits itu cacat, agar ia disangka pakar dalam soal ilmu hadits. Tanda lainnya adalah seperti orang yang menggerak-gerakan bibir dengan zikir dan melakukan amar makruf nahi munkar di tengah masyarakat, padahal hatinya tidak merasa sakit ketika melakukan maksiat. Tanda lainnya adalah seperti orang yang menampakkan rasa marah dengan kemaksiatan yang terjadi, namun ketika ia melakukan maksiat, hatinya tidak merasakan pedih.

Kelima, riya dari segi perbuatan (ar-riya’ bil amal), tandanya yaitu seperti melamakan berdiri ketika shalat, membagus-baguskan ruku‘ dan sujud, menundukkan kepala, tidak banyak bergerak, gemar bersedekah, berpuasa, berhaji, pelan dalam berjalan, mengendurkan kelopak mata, padahal Allah swt tahu seandainya ia dalam kesendirian, ia tidak akan melakukan semua itu. Bahkan, ia akan malas-malasan ketika shalat, cepat-cepat ketika berjalan, namun ketika muncul orang lain, ia kembali bersikap tenang, agar disangka khusyu‘.

Keenam, riya dari segi memperbanyak murid dan sahabat dan memperbanyak menyebut nama para guru (ar-riya’ bi katsrat al-talamidzat wal ashhab wa katsrat dzikr al-syuyukh), agar disangka ia banyak bertemu dengan para guru, atau seperti orang yang senang didatangi para ulama dan penguasa, agar disangka sebagai orang yang diminta keberkahannya.

Semua tanda yang disebutkan di atas adalah yang menyangkut urusan agama. Hukum semuanya adalah haram, bahkan termasuk dosa besar. Namun, jika mencari ‘posisi’ di hati orang lain dengan perbuatan-perbuatan yang tidak termasuk ibadat dan amalan-amalan agama, maka hal itu tidaklah haram, sepanjang di dalamnya tidak ada talbis (campur aduk), sebagaimana telah aku nyatakan dalam pembahasan tentang ‘Mencari Kedudukan’ (thalab al-jah). Para ahli dunia mencari kedudukan dengan memperbanyak harta dan anak, membaguskan pakaian kebanggaan, menghapal syair, ilmu kedokteran, ilmu hisab, ilmu nahwu dan bahasa, dan lain sebagainya. Yang demikian itu tidaklah haram sepanjang tidak berhenti (dimaksudkan) untuk menyakiti orang lain, menunjukkan kesombongan, dan menunjukkan akhlak tercela lainnya.

Itulah kata al-Ghazali. Saya tidak tahu apakah Anda ikut tersenyum atau malah tersindir ketika membacanya. Namun, janganlah kesal dengan apa yang dikatakan al-Ghazali. Menolak nasihat yang baik adalah tanda hati yang kusam. Lebih baik tersenyumlah, karena apa yang dikatakan al-Ghazali adalah obat bagi sakitnya hati kita dan air dingin bagi gersangnya kalbu kita.

Selain tersenyum, kita patut berterimakasih dengan al-Ghazali, karena kita beruntung masih diingatkan.

Ingatkanlah orang lain, karena pengingatan itu bermanfaat buat orang-orang beriman. (al-Quran, surat adz-Dzariyat/51:55)

 

 

Tangisan dan Air Mata yang Menyelamatkan Kita

3 Mar

Menangislah karena Anda pernah melakukan suatu kecerobohan dalam hidup. Menangislah bahwa Anda sudah menghabiskan usia muda dengan melupakan perintah-perintah Allah swt. Menangislah bahwa sampai usia setua ini, Anda masih belum merasakan nikmatnya shalat, membaca al-Quran, dan berdoa. Menangislah bahwa selama ini Anda telah salah mendidik anak dan istri. Menangislah bahwa selama ini Anda membangun dan menghidupi keluarga dengan cara-cara yang jauh dari tuntunan agama. Menangislah karena selama ini Anda tidak bangga menjadi seorang Muslim. Menangislah karena selama ini Anda tidak takut dengan balasan Allah terhadap perbuatan-perbuatan buruk yang Anda lakukan secara sembunyi, lebih-lebih secara terang-terangan. Merintihlah di hadapan Allah karena Anda sering kebablasan melanggar larangan-Nya.

Namun, jangan pernah berputus asa jika Anda berbuat dosa. Contohlah Adam alayhissalam: makhluk yang Allah swt. ciptakan dengan dua tangan-Nya sendiri, yang Allah tiupkan ruh-Nya ke dalam dirinya, yang malaikat bersujud kepadanya, yang Allah swt. berikan kenikmatan surga dan istri yang cantik. Ia melakukan kesalahan. Kemudian bertaubat. Allah pun menerima taubatnya. Bahkan, Allah akan mengembalikannya ke surga.

Baca lebih lanjut