Tag Archives: nasihat

Siapa yang Tahan dengan Wanita Seksi Ini?

18 Feb

Diriwayatkan bahwa pada suatu masa hidup seorang laki-laki yang terkenal kesalehannya, yang bernama Abid bin Abid. Pada masa itu pula, hidup seorang wanita yang sangat cantik.

Suatu hari, wanita cantik tersebut berada di depan cermin, sambil berkata, ‘Siapakah yang tahan (untuk tidak tergoda) dengan kecantikan ini?’.

Suaminya berkata, ‘Yang tahan dengan kecantikanmu hanyalah Abid bin Abid’.

Wanita tersebut berkata, ‘Bolehkah aku menggodanya?’.

Suaminya berkata, ‘Silakan, aku izinkan engkau untuk menggodanya’.

Wanita itu pun mendatangi Abid. Ketika bertemu Abid, wanita itu berkata, ‘Aku ingin bertanya padamu tentang sesuatu hal’. Sambil berkata demikian, wanita tersebut menampakkan kecantikan wajahnya di hadapannya.

Abid langsung memalingkan wajahnya. Wanita tersebut terus menggodanya sampai taraf yang paling gawat.

Kemudian Abid berkata, ‘Aku punya pertanyaan untukmu. Kalau engkau dapat menjawabnya, maka aku akan turuti apa saja kemauanmu’.

Wanita itu menjawab, ‘Tanyalah sesukamu. Sungguh, aku akan jujur menjawabnya’.

Kemudian Abid berkata, ‘Kalau datang malaikat pencabut nyawa kepadamu, apakah engkau senang ruhmu dicabut dalam keadaan maksiat seperti ini?’.

Wanita itu menjawab, ‘Tidak’.

Abid berkata lagi, ‘Kalau pada hari Kiamat nanti orang-orang mendapatkan catatan-amalnya dari tangan kanannya, apakah engkau senang bahwa engkau mendapatkan catatan-amalmu dari tangan kirimu disebabkan karena perbuatan maksiatmu ini?’.

Wanita itu menjawab, ‘Tidak’.

Abid berkata lagi, ‘Kalau pada hari Kiamat nanti  titian shirath dibentangkan sepanjang-panjangnya di tengah-tengah kobaran api neraka dan orang-orang berhasil melewatinya, apakah engkau senang shirath itu terputus ketika engkau melewatinya disebabkan perbuatan maksiatmu ini?’.

Wanita itu menjawab, ‘Tidak’.

Abid berkata lagi, ‘Kalau engkau berada di hadapan Allah dan Ia menanyakan perbuatan maksiatmu ini, apakah engkau senang bahwa engkau telah melakukannya?’.

Wanita itu menjawab, ‘Tentu saja tidak’.

Terakhir, Abid berkata, ‘Cukupkah nasihat ini untukmu?’.

Wanita menjawab, ‘Ya, sudah cukup. Sungguh, aku akan bertaubat kepada Allah’.

Sejak itu, ia menjalani hidup sebagai wanita yang taat.

Diterjemahkan dari: Amru Khalid, Qira’ah Jadidah wa Ru’yah fi Qashash al-Anbiya’ (Beirut: Dar el-Ma‘rifah, 2006), cet. ke-2, hlm. 121.

Kelembutan dalam Berdakwah

17 Feb

Suatu hari, seorang ustadz datang ke istana Amirul Mukminin Harun al-Rasyid. Ia datang untuk menasihati Harun al-Rasyid. Di hadapan Harun al-Rasyid, ustadz itu mengucapkan kata-kata yang kasar dan pedas.

Ustadz itu berkata, ‘Wahai Harun al-Rasyid, selama ini Anda sudah melakukan begini dan begitu’. Ia menyebutkan keburukan-keburukan Harun al-Rasyid.

Setelah selesai mendengarkan perkataan ustadz itu, Harun al-Rasyid menjawab, ‘Duhai saudaraku, apakah Anda lebih baik dari Musa alayhissalam?’

Ustadz itu menjawab, ‘Tentu saja, tidak’.

Harun al-Rasyid kembali bertanya, ‘Apakah saya lebih jahat dari Firaun?’

Ustadz itu menjawab, ‘Tentu saja, tidak’.

Harun al-Rasyid berkata, ‘Kalau begitu, selama Anda tidak lebih mulia dibanding Musa alayhissalam dan saya tidak lebih jahat dibanding Firaun, maka tidakkah Anda perhatikan bahwa Allah swt. berfirman kepada Musa, ‘Hendaknya kalian berdua (yakni Musa dan Harun) berkata kepada Firaun dengan ucapan yang menyejukkan, mudah-mudahan dengan cara demikian ia menjadi sadar dan takut kepada-Ku’? (al-Quran, surat Thoha ayat 44).

Begitulah jawaban Harun al-Rasyid kepada ustadz yang menasihatinya. Ya, sebuah jawaban yang halus dan mengena. Kisah ini saya dapatkan dalam sebuah buku yang ditulis oleh salah satu ulama Mesir, yang diterbitkan oleh salah satu penerbit ternama di Lebanon.

Saudaraku, kita persis seperti ustadz itu. Kita nasihati dan ceramahi orang dengan kalimat-kalimat munafik, bid’ah, dan kufur. Kita katakan orang lain islamnya tidak kaffah (total), padahal makna kaffah belum tentu kita pahami dengan benar. Dari atas mimbar, kita caci orang yang tidak satu golongan, mazhab, ormas, atau partai dengan kita. Dari status atau catatan jejaring sosial, kita sentil orang dengan menampilkan diri kita sebagai Mr. Clean.

Subhanallah…

Perhatikanlah, Nabi Musa dan Harun saja diperintahkan oleh Allah untuk menasihati Firaun dengan tutur kata yang lembut. Kita tahu siapa Firaun. Dialah yang mengaku Tuhan. Namun, apa yang terjadi dengan kita? Kita nasihati orang lain dengan cara sebaliknya. Kita telanjangi orang lain. Kita puas manakala kita membongkar aibnya. Padahal, yang kita nasihati tidak lebih buruk dari Firaun, dan kita sendiri tidak ada apa-apanya dibanding Musa dan Harun.

Subhanallah, betapa arogannya diri kita…

Sesungguhnya musuh kita adalah kejahilan, bukan si jahil (orangnya). Oleh karena itu, nasihatilah si jahil atas dasar kecintaan kepada Allah, bukan atas dasar kedengkian dan kebencian, apalagi untuk menghinakannya. Manusia bukan malaikat. Manusia adalah makhluk yang senantiasa tergelincir dalam kesalahan. Bersikaplah santun, toleran, dan sejuk kepada orang lain, sambil Anda menyadari pula bahwa Anda juga berpotensi untuk tergelincir dalam kesalahan.

Jangan sedih manakala nasihat kita dianggap angin lalu. Jika kita sedih, itu tanda kita kurang ikhlas. Jangan kita terlampau bernafsu agar orang lain menjadi baik di tangan kita. Kita hanyalah penyampai (muballigh). Tidak lebih.

‘Engkau tidak akan mampu memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang engkau cintai, namun hanya Allah yang mampu memberi hidayah kepada siapapun yang Ia kehendaki. Allah tahu siapa yang mau menerima petunjuk’. (al-Quran, surat al-Qashash, ayat 56).

Percayalah, buat orang beriman, nasihat mendatangkan kebaikan… Percayalah, dengan nasihat yang beradab kita bisa masuk surga…