Arsip | November, 2011

Janda Luar Biasa dan Paling Mahal Maharnya

16 Nov

Bagian 1

Apa yang terlintas di benak Anda bila bertemu dengan seorang janda cantik, menggiurkan, cerdas, perilakunya baik, dan ia sedang mencari pendamping hidup? 

Jika Anda seorang laki-laki, maka ‘naluri kelaki-lakian’ Anda akan bangkit. Anda akan do everything for getting her. Jika Anda seorang wanita, pastilah Anda mengacungkan jempol untuknya dan banyak belajar darinya.

Saya akan kisahkan tentang seorang janda luar biasa ini, yang bahan-bahan utamanya saya ambil dari kitab Siyar A‘lam an-Nubala (terbitan Mesir) karya Imam az-Zahabi dan kitab Suwar min Hayat as-Shahabah (terbitan Mesir) karya Dr. Abdurrahman Ra’fat Pasya, di samping kitab-kitab sirah lainnya.

Begini kisahnya.

Di zaman Rasulullah saw. ada seorang janda cantik yang ditinggal mati suaminya. Namanya Rumaysha binti Milhan an-Najjariyyah, yang biasa dipanggil dengan sebutan Ummu Sulaim. Anda masih ingat dengan Anas radhiyallahu anhu, yang senantiasa melayani keperluan Rasulullah saw.? Ya, Anas adalah anak Ummu Sulaim.

Ketika tersebar berita bahwa Ummu Sulaim menjadi janda, banyak lelaki ingin bersanding hidup dengannya. Lelaki mana yang tidak mendambakan wanita seperti Ummu Sulaim? Ummu Sulaim adalah tipe wanita yang memiliki inner-beauty: bukan hanya cantik wajahnya, namun baik pula perilakunya dan cerdas pula akalnya.

Salah satu lelaki yang berhasrat dengan Ummu Sulaim adalah Zayd bin Sahl an-Najjari, yang biasa dipanggil dengan sebutan Abu Thalhah. Abu Thalhah adalah seorang lelaki terhormat, gentle, dan kaya. Dengan kelebihannya itu ia berniat melamar Ummu Sulaim, dan ia yakin tidak akan ada lelaki lain yang bisa mengungguli kelebihannya itu.

Maka, berangkatlah Abu Thalhah menuju rumah Ummu Sulaim.

Dalam perjalanan, Abu Thalhah teringat bahwa Ummu Sulaim sudah mengikuti agama Muhammad (masuk Islam) berkat dakwah Mush‘ab bin Umayr. ‘Tapi, apa urusannya denganku? Bukankah mantan suaminya mati dalam keadaan mengikuti agama nenek moyangnya, tidak masuk Islam?’, begitu kata hati Abu Thalhah. Maklum, Abu Thalhah adalah seorang non-Muslim.

Ketika Abu Thalhah sampai di depan rumah Ummu Sulaim, ia minta izin untuk dibukakan pintu. Ia dizinkan masuk. Saat itu, di dalam rumah Ummu Sulaim, ada Anas. Maka, tanpa basa-basi panjang, Abu Thalhah mengutarakan maksud kedatangannya.

Setelah mendengar maksud kedatangan Abu Thalhah, Ummu Sulaim berkata, ‘Wahai Abu Thalhah, orang sepertimu tidak akan ditolak lamarannya. Tapi, saya tidak bersedia kawin denganmu, karena engkau masih kafir’.

Mendengar jawaban Ummu Sulaim, Abu Thalhah menduga bahwa Ummu Sulaim hanya ‘cari-cari alasan’ saja, padahal ia tahu bahwa Abu Thalhah adalah lelaki kaya dan disegani masyarakat.

Abu Thalhah berkata, ‘Wahai Ummu Sulaim, apakah ini yang membuatmu menolak lamaranku?’.

Ummu Sulaim berkata, ‘Memangnya apa, kalau begitu?’.

‘Yang kuning dan putih… emas dan perak…’, jawab Abu Thalhah sambil memperlihatkan barang-barang tersebut.

‘Maksudmu, emas dan perak?’, kata Ummu Sulaim.

‘Ya’, jawab Abu Thalhah.

Ummu Sulaim berkata, ‘Bukan itu… bukan itu… Wahai Abu Thalhah, sungguh aku bersaksi kepadamu dan bersaksi kepada Allah dan rasul-Nya, seandainya engkau mau masuk Islam maka aku rela menjadi istrimu, tanpa perlu engkau beri emas dan perak. Jika engkau masuk Islam, maka itulah maharku untukmu’.

Ummu Sulaim tahu bahwa selama ini Abu Thalhah menyimpan berhala di rumahnya, yang terbuat dari kayu antik. Setiap hari Abu Thalhah menyembah berhala ini, sebagaimana dilakukan oleh para pembesar lainnya. Ummu Sulaim menggunakan kesempatan baik ini untuk mengajak Abu Thalhah masuk Islam.

Ummu Sulaim memang cerdas!

Lalu Ummu Sulaim berkata, ‘Wahai Abu Thalhah, bukankah engkau tahu bahwa tuhanmu yang engkau sembah selama ini adalah sesuatu yang tumbuh di atas bumi?’

‘Tentu saja aku tahu’, jawab Abu Thalhah.

Ummu Sulaim berkata, ‘Apakah engkau tidak merasa bahwa tuhan yang selama ini engkau sembah dijadikan kayu bakar oleh orang lain, yang apinya dipakai untuk menghangatkan badan atau untuk membuat roti? Wahai Abu Thalhah, kalau engkau bersedia masuk Islam, maka aku rela menjadi istrimu. Aku tidak membutuhkan mahar lain selain engkau masuk Islam’.

‘Siapa yang akan menuntun aku masuk Islam?’, tanya Abu Thalhah.

‘Aku yang akan menuntunmu’, jawab Ummu Sulaim.

‘Bagaimana caranya?’, tanya Abu Thalhah penasaran.

Ummu Sulaim berkata, ‘Mudah saja. Engkau cukup mengatakan kalimat engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya. Setelah itu, engkau pulang ke rumahmu, engkau hancurkan semua berhala yang ada di rumahmu, lalu engkau lemparkan semuanya keluar’.

Mendengar opsi yang ditawarkan Ummu Sulaim, maka Abu Thalhah senang bukan kepalang. Lalu ia berkata, ‘Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya’.

Abu Thalhah mengucapkan syahadat. Ia masuk Islam.

Lalu, sesuai dengan syarat yang ditawarkan Ummu Sulaim, ia mengawini Ummu Sulaim. Sejak saat itu, Abu Thalhah menjadi orang yang ber-khidmat untuk agama Islam.

Kisah lamaran Abu Thalhah kepada Ummu Sulaim menjadi buah-bibir. Sampai-sampai banyak orang berkata, ‘Tidak pernah kami dengar ada mahar yang lebih mulia dibanding maharnya Ummu Sulaim, karena maharnya adalah Islam’.

Rumahtangga yang dijalani Ummu Sulaim dan Abu Thalhah adalah rumahtangga yang penuh keberkahan.

Anda ingin tahu bagaimana romantika rumahtangga Ummu Sulaim dan Abu Thalhah?

Bagian 2

Ummu Sulaim bukan hanya cantik dan cerdas, namun ia wanita pemberani. Tercatat ia pernah ikut perang Hunayn dan Uhud. Dua perang ini adalah perang besar.

Pada saat perang Hunayn, senjata Ummu Sulaim adalah pisau belati. Bermaksud menggoda Ummu Sulaim, Abu Thalhah, sang suami, melapor kepada Rasulullah saw., ‘Wahai Rasulullah, Ummu Sulaim mau ikut perang juga, tapi senjatanya pisau belati doang’.

Ummu Sulaim menimpali gurauan suaminya, ‘Wahai Rasulullah, jika ada orang kafir mendekatiku, maka aku robek perutnya dengan pisau ini’.

Itulah Ummu Sulaim…

Anas (anaknya Ummu Sulaim) pernah berkata, ‘Rasulullah saw. tidak pernah qaylulah (tidur siang) di beranda rumah orang lain, kecuali di beranda rumah Ummu Sulaim. Jika beliau ditanya alasannya, beliau menjawab, ‘Sesungguhnya aku menaruh perhatian padanya, karena saudaranya terbunuh waktu ikut perang bersamaku’.

Saudara Ummu Sulaim yang dimaksud Rasulullah saw. adalah Haram bin Milhan, yang tidak lain adalah pamannya Anas.

Qaylulah adalah tradisi orang Arab saat itu. Sebelum datang waktu Zuhur, orang Arab bangun dari qaylulah-nya. Jadi, qaylulah hanya beberapa saat saja. Paling banter sekitar 1 jam lebih sedikit.

Ummu Sulaim pernah membuat ‘ulah’ kepada Rasulullah saw.

Suatu hari Rasulullah qaylulah di beranda rumah Ummu Sulaim. Saat beliau tidur, Ummu Sulaim melihat Rasulullah mengeluarkan keringat. Buru-buru ia mengambil wadah untuk menampung tetesan keringat beliau. Tiba-tiba Rasulullah terbangun. Melihat ulah Ummu Sulaim yang sedikit nyeleneh, beliau berkata, ‘Apa-apaan ini, wahai Ummu Sulaim? Apa yang sedang engkau lakukan?’.

Dengan ringan Ummu Sulaim menjawab, ‘Saya sedang menampung keringatmu yang menetes ketika engkau tidur. Nanti, tetesan keringat itu aku oplos (campur) dengan parfumku’. Rasulullah saw. tidak berkomentar apa-apa dengan ulah Ummu Sulaim.

Weleh… weleh… aya-aya wae… ada-ada saja Ummu Sulaim… Apa yang dilakukan Ummu Sulaim tentu saja beralasan, sebab luar-dalam diri Rasulullah saw. mengandung keberkahan. Dan, Ummu Sulaim tahu tentang itu.

Bukan hanya soal tetesan keringat, di lain waktu Ummu Sulaim juga berulah. Pada saat Rasulullah saw. melakukan haji wada‘ bersama ratusan ribu ummatnya, Rasulullah menggunduli rambutnya di Mina. Beberapa lembar rambut Rasulullah yang terjatuh dipungut oleh Abu Thalhah. Setelah itu, Abu Thalhah memberikan rambut tersebut kepada Ummu Sulaim. Mendapatkan ‘harta’ yang tak ternilai ini, Ummu Sulaim langsung menyimpan rambut tersebut di tempat-uangnya (kalau zaman sekarang: dompet).

Apa yang dilakukan Ummu Sulaim terhadap tetesan keringat dan rambut Rasulullah, disebut tabaruk (mengambil-berkah). Bukan hanya Ummu Sulaim, banyak para sahabat lain juga melakukan tabaruk. Ada yang tabaruk dengan bekas air wudhu yang dipakai Rasulullah. Ada yang tabaruk dengan sentuhan-kulit. Ada yang tabaruk dengan pakaian. Ada yang tabaruk dengan tanah pusara Rasulullah. Bahkan, Ibnu Hisyam dalam Sirah-nya menceritakan para sahabat yang berebut air ludah Rasulullah.

Itu bukan tindakan heritis (bid‘ah), apalagi syirik. Itulah yang namanya cinta…

Abu Thalhah, Ummu Sulaim, dan Anas nampaknya adalah sebuah keluarga yang disukai Rasulullah saw. Bisa jadi, karena sifat mereka yang polos, tidak berpura-pura, dan ekspresi cintanya kepada Rasulullah saw. tidak dibuat-buat.

Suatu hari, anak Ummu Sulaim sakit dan akhirnya meninggal dunia. Pada saat itu, Abu Thalhah sedang keluar rumah. Ketika Ummu Sulaim melihat bahwa anaknya sudah meninggal, ia segera mengurusnya (memandikan dan mengafaninya) dan membaringkannya di sebuah sudut rumahnya. Ketika Abu Thalhah datang, Ummu Sulaim menyambut sang suami dengan sukacita. Ia menyiapkan makan malam untuk suaminya. Sambil dinner bersama, sang suami bertanya, ‘Bagaimana kabar si buyung, anak kita?’ Ummu Sulaim menjawab, ‘Ia sudah tenang dan aku berharap ia menemukan kedamaian’. Mendengar jawaban Ummu Sulaim, Abu Thalhah menjadi tenang. Ia berpikir bahwa anaknya sudah sembuh dari sakitnya. Padahal…

Subhanallah… Inilah kehebatan Ummu Sulaim. Ketika suaminya pulang ke rumah dalam keadaan lelah dengan segala kepenatan yang dialaminya di luar rumah, Ummu Sulaim tidak mau membebani pikiran suaminya dengan kematian anaknya. Ia memberikan waktu kepada sang suami untuk mengistirahatkan fisik dan mentalnya.

Bukan hanya itu. Bahkan, ia memberikan ‘pelayanan prima’ kepada suaminya malam itu. Dahsyat!

Itulah Ummu Sulaim…

Lalu, Ummu Sulaim mengajak suaminya ‘tidur’. Pada waktu menjelang fajar, Abu Thalhah bangun dan mandi. Ketika ia bersiap untuk pergi menuju masjid, Ummu Sulaim memberitahu bahwa anaknya telah meninggal. Lalu, Abu Thalhah berangkat menuju masjid untuk shalat shubuh bersama Rasulullah saw. Usai shalat shubuh berjamaah, Abu Thalhah memberitahu Rasulullah saw. apa yang telah terjadi pada anaknya dan bagaimana sikap Ummu Sulaim terhadapnya. Mendengar informasi Abu Thalhah, Rasulullah bersabda, ‘Semoga Allah memberkahi kalian berdua pada malam di mana kalian tidur-bersama’.

Doa Rasulullah tentu saja maqbul (dikabulkan Allah swt.). Tak lama kemudian, Ummu Sulaim hamil. Pada suatu malam, ia melahirkan bayi yang dikandungnya. Ummu Sulaim dan Anas membawa bayi itu ke hadapan Rasulullah. Lalu Anas berkata, ‘Wahai Rasulullah, Ummu Sulaim melahirkan anak kemarin malam’. Lalu Rasulullah mengambil beberapa buah kurma Ajwah. Beliau mengunyah-ngunyah kurma itu lalu memasukkannya ke mulut sang bayi.

‘Tolong sekalian beri nama, wahai Rasulullah’, kata Anas. Lalu Rasulullah berkata, ‘Aku namakan ia Abdullah’.

Selama berumahtangga, Abu Thalhah dan Ummu Sulaim dikaruniai 9 anak laki-laki.

Lalu, apa yang istimewa dari anak-anak mereka? Yang istimewa adalah: semuanya hafal al-Quran!

Subhanallah…

Suatu hari, Anas mendengar Rasulullah berkata, ‘Di saat aku masuk surga, aku mendengar suara langkah kaki seperti langkah anak rusa. Ternyata, itu adalah langkahnya Ghumaysha’.

Siapakah Ghumaysha yang dimaksud Rasulullah? Ghumaysha adalah Rumaysha, yang tidak lain adalah Ummu Sulaim. Dalam banyak keterangan, nama asli Ummu Sulaim kadang ditulis Rumaysha, kadang ditulis Ghumaysha.

Ummu Sulaim adalah wanita yang hatinya penuh cinta. Ia tunjukkan cintanya kepada Rasulullah dan Islam. Ia lakukan yang terbaik untuk sang suami, anak-anaknya, dan keluarganya. Pantaslah, kalau surga adalah bonus terbaik untuknya.

Ternyata, Ummu Sulaim bukan sekedar janda. Ummu Sulaim adalah singa yang berhati lembut…

Tiga Teladan Ummat

14 Nov

Khutbah Idul Adha 1432

Masjid Jami’ al-Hidayah

Kampung Rambutan, Jakarta Timur

Oleh: Abdul Aziem al-Batavy

Khutbah Pertama

الخطبة الأولى

اللهُ أَكْبَرُ «تسعا»، الله أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

الحَمْدُ للهِ الَّذِى خَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيْرًا، وَالْحَمْدُ للهِ الَّذِى وَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا وَتَدْبِيْرًا، نَحْمَدُهُ بِجَمِيْعِ مَحَامِدِهِ حَمْدًا كَثِيْرًا، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً أَدَّخِرُهَا لِيَوْمٍ كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيْرًا، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ، بَعَثَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيًا إِلَى اللهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا، اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ وَخَلِيْلِكَ مُحَمَّدٍ مَا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ، وَصَلِّ عَلَيْهِ مَا لاَحَتِ اْلأَنْوَارُ، وَغَرَّدَتِ اْلأَطْيَارُ، وَأَوْرَقَتِ اْلأَشْجَارُ، وَأَيْنَعَتِ الثِّمَارُ، وَلّبَّى الحُجَّاجُ وَالْعُمَّارُ، وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.

،أَمَّا بَعْدُ

فَـ (ياأيها الناس التقوا ربكم إن زلزلة الساعة شيء عظيم )– الحج:١

اتَّقُوا اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى مَا هَدَاكُمْ لِلإِسْلاَمِ، وَأَوْلاَكُمْ مِنَ الْفَضْلِ وَالإِنْعَامِ، وَجَعَلَكُمْ مِنْ أُمَّةِ الْقُرْآنِ

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd

Saudaraku, kaum Muslimin yang dirahmati Allah swt.

Pagi ini, ketika kita berkumpul di tempat ini, jutaan saudara kita yang sedang melaksanakan ibadah haji sedang berkumpul di Mina. Lautan manusia tumpah-ruah, bergerak menuju satu tempat yang bernama Jumrah al-Aqabah, sambil lisan-lisan mereka membasahi bumi Mina dengan ucapan talbiyah,

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكُ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ.

Ya Allah, kami bergegas memenuhi panggilan-Mu… Tak ada sekutu bagi-Mu… Kami segera datang memenuhi panggilan-Mu… Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan, dan kekuasaan berpulang kepada-Mu… Tak ada sekutu bagi-Mu…

Manakala mereka sampai di Jumrah al-Aqabah, tangan-tangan kecil mereka melempari jumrah dengan bebatuan, sambil lisan mereka bergetar mengucapkan,

اللهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ حَجًّا مبْرُوْرًا وَذَنْبًا مَغْفُوْرًا

Allahu Akbar, Allahumma ya Allah, jadikanlah (haji ini) haji yang mabrur, dan jadikanlah segala dosa kami, dosa yang terampuni.

Sehabis melempar Jumrah, mereka mengganti gema talbiyyah dengan gema takbir.

Allahu Akbar! Bumi Mina basah dengan kalimat-kalimat thayyibah yang keluar dari jutaan lisan Tamu Allah.

Ada kesamaan antara kehadiran jutaan jamaah haji di Mina dan kehadiran kita di tempat ini, yaitu sama-sama bernilai ibadah, untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Semoga saudara-saudara kita yang sedang melaksanakan ibadah haji mendapatkan haji yang mabrur, sa‘i yang masykur, dan dosa yang maghfur. Dan, bagi kita yang hadir di tempat ini semoga Allah senantiasa berikan rahmat, inayah, dan ampunan-Nya, sepanjang hidup kita.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd

Tidak ada ibadah yang begitu menggetarkan jiwa selain haji. Haji mengajarkan kita untuk senantiasa melakukan yang terbaik dalam menjalani hidup. Haji mengajarkan kita untuk meneladani tiga karakter manusia besar, yaitu Adam, Ibrahim, dan Muhammad, shalawatullah wa salamuhu alayhim.

Teladan pertama: Jadilah seperti Adam yang selalu mawas diri

Figur pertama yang patut kita tiru adalah Adam. Ketika Adam lupa dengan larangan Allah swt. agar tidak memakan buah salah satu pohon di surga, Adam merasakan penyesalan yang mendalam. Adam bertaubat dan Allah menerima taubatnya. Kemudian Allah menurunkan Adam dari surga ke bumi. Di bumi, Adam merasakan kesedihan yang mendalam. Adam merasa sedih karena ia tidak bisa lagi beribadah di Baytul Ma‘mur yang berada di langit ketujuh bersama malaikat. Untuk mengobati kesedihannya, Allah mewahyukan kepada Adam untuk membangun sebuah Bayt (rumah-ibadah) di bumi. Adam kemudian membangun Bayt di bumi, dan dia lah yang pertama membangun rumah-ibadah di bumi. Bayt itu bernama Ka‘bah, berada di lembah Bakkah, nama lain dari Makkah al-Mukarramah. Allah swt. berfirman,

Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia adalah yang berada di Bakkah….’ (Q.s. Ali Imran [3]: 96)

Setelah Adam membangun Ka‘bah, Allah memerintahkannya untuk melakukan thawaf, sebagaimana yang pernah dilakukannya di Baytul Ma‘mur bersama malaikat. Dengan melakukan thawaf di Ka‘bah, Adam kembali merasakan kedekatan dengan Allah. Sampai kini, thawaf yang dilakukan Adam terus terpelihara menjadi salah satu manasik haji.

Setelah Adam membangun Ka‘bah Baytullah, Adam diperintahkan untuk membangun Baytul Maqdis, di Palestina. Rasulullah saw. pernah ditanya sahabatnya, ‘Berapa lama jarak antara dibangunnya Ka‘bah dengan Baytul Maqdis?’. Rasulullah menjawab, ‘Empat puluh tahun’. (Hadits shahih, muttafaq ‘alayh).

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bahwa Allah meng-Isra’-kan Rasulullah dari Masjid al-Haram (Ka‘bah) menuju Masjid al-Aqsha (Baytul Maqdis). Ini menunjukkan bahwa agama yang dibawa oleh Nabi pertama sampai Nabi terakhir adalah sama, yaitu Islam.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd

Di bumi Arafah, para jamaah haji melakukan wuquf. Secara harfiah, wuquf artinya ‘berhenti atau diam’. Arafah adalah ‘bumi kesadaran’, yang menyadarkan jamaah haji siapa dirinya dan siapa Allah swt., yang menciptakannya dan yang memberinya rizki. Arafah adalah bumi air-mata penyesalan. Barangsiapa yang wuquf di Arafah dan khusyu‘ memohon ampun kepada Allah atas segala nista yang pernah dilakukan, maka ia akan merasakan terlahir kembali menjadi manusia baru. Di bumi Arafah, para jamaah haji menjadi seperti Adam: menyesal dan bertaubat. Bukan tanpa alasan, jika Rasulullah saw. bersabda, ‘Al-hajju arafatu’ (Haji adalah Arafah). Oleh karena itu, mayoritas ulama-madzhab mengatakan bahwa rukun yang paling penting dari ibadah haji adalah wuquf di Arafah. Barangsiapa yang tidak melakukan wuquf di Arafah, maka hajinya tidak sah.

Aku bukan orangnya…

Dalam sebuah hadits panjang, diriwayatkan bahwa pada hari Kiamat nanti, ketika orang-orang beriman dikumpulkan, mereka berharap agar ada orang yang memberikan syafaat kepada mereka. Kemudian mereka mendatangi Adam, sambil berkata, ‘Engkau ini Bapak Manusia, yang Allah ciptakan dari tangan-Nya sendiri, yang malaikat bersujud kepadamu, yang telah diajarkan Allah segala pengetahuan. Tolong, mintakan syafaat dari Tuhanmu, sehingga kami menjadi tentram di tempat ini’.

Apa jawaban yang diberikan Adam kepada mereka? Adam menjawab, ‘Lastu hunâkum – Aku bukan orang yang pantas memintakan syafaat untuk kalian di tempat ini’. Adam kemudian menyebutkan alasannya, yaitu bahwa ia malu dengan kesalahan yang pernah ia lakukan. (Hadits shahih, riwayat Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, dan Abu Dawud).

Subhanallah! Padahal, kesalahan Adam hanyalah satu, yaitu satu suapan saja, dan itu terjadi karena lupa. Kesalahan sekecil itu masih membuatnya trauma sampai akhir zaman. Bagaimana dengan kita, yang sering berbuat kesalahan lebih dari seribu suapan, dan kita lakukan dengan sengaja?

Oleh karena itu, bagi orang yang sudah melaksanakan ibadah haji, pantang baginya untuk berperilaku menyimpang. Pantang baginya untuk mengulangi kesalahan yang sama dua kali. Jadilah seperti Adam yang selalu mawas diri!

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd

Teladan kedua:

Jadilah seperti Ibrahim yang tunduk dengan perintah Allah

Figur kedua yang pantas kita teladani adalah Ibrahim a.s. Allah menyebut Ibrahim sebagai seorang yang hanif, seorang yang hidup-lurus, tidak mengikuti arus, yang menyelaraskan hidupnya dengan aturan Allah swt. Qurban yang kita lakukan hari ini awalnya berasal dari perintah Allah kepada Ibrahim – melalui mimpi – untuk menyembelih Ismail, anaknya yang lahir dari rahim Hajar, istri keduanya. Allahu Akbar! Ujian apa yang paling berat bagi seorang ayah, selain menyembelih anaknya dengan tangannya sendiri, padahal anak itu sudah dinantikan kehadirannya selama kurang-lebih 75 tahun?

Al-Quran menceritakan dialog antara Ibrahim dan Ismail, alayhimas salam, tentang perintah Allah swt. itu,

‘Ketika anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-samanya, Ibrahim berkata, ‘Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Bagaimana pendapatmu?’. Ia menjawab, ‘Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’. (Q.s. as-Shaffat [37]:102)

Dibalik perintah Allah ini, yang tidak masuk akal dan terkesan sebagai suatu kezaliman, ada hikmah yang tidak diketahui Ibrahim. Namun, Ibrahim tidak pernah bertanya mengapa Allah memerintahkan itu. Ia hanya tunduk dengan perintah Allah, karena agama bukanlah soal masuk akal atau tidak masuk akal. Agama adalah tuntunan.

‘Ketika keduanya telah berserah diri dan Ibrahim  membaringkan anaknya atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya atas perintah itu). Dan Kami memanggilnya, ‘Wahai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah mempercayai kebenaran mimpi itu. Sesungguhnya Kami memberi ganjaran kepada orang-orang yang selalu melakukan yang terbaik dalam beribadah. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang berat. Maka sebagai gantinya Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar’. (Q.s. as-Shaffat [37]:103-107)

Allah swt. tidak lupa melipatgandakan ganjaran-Nya…

Karena ketundukan Ibrahim terhadap perintah Allah, bukan hanya Ismail yang tidak jadi dikorbankan, namun Allah melipatgandakan ganjaran-Nya kepada Ibrahim dengan berita akan lahirnya seorang anak laki-laki yang bernama Ishaq a.s., dari rahim Sarah, istri pertamanya. Kelak anak ini, seperti Ismail, diangkat Allah menjadi seorang Nabi.

Kesejahteraan untuk Ibrahim’. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang melakukan yang terbaik dalam beribadah. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. Dan Kami sampaikan kepadanya kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq, seorang Nabi yang termasuk orang-orang yang shalih’. (Q.s. as-Shaffat [37]: 109-112).

Hanya keikhlasan dan ketakwaan, bukan darah dan dagingnya…

Sesungguhnya dibalik perintah ber-qurban ini, Allah swt. mengajarkan kita untuk tunduk dengan perintah-Nya, seperti tunduknya Ibrahim. Allah tidak membutuhkan darah dan daging hewan yang kita sembelih. Allah juga tidak melihat apakah hewan yang kita sembelih besar atau kecil, unta atau domba, sapi atau kambing. Allah hanya menguji seberapa besar ketundukan dan keikhlasan kita menjalankan perintah-Nya. 

‘Tidak akan sampai kepada Allah daging dan darahnya. Tetapi yang sampai kepada-Nya hanyalah ketakwaanmu…’ (Q.s. al-Hajj [22]:37)

Sampaikan salamku…

Diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah mi‘raj ke langit, beliau melihat Ibrahim sedang menyandarkan punggungnya ke Baytul Ma‘mur, yang berada di langit ketujuh. Rasulullah mengucapkan salam kepadanya. Ibrahim berkata kepada Rasulullah, ‘Tolong sampaikan salamku kepada ummatmu. Katakan kepada mereka bahwa sesungguhnya surga seperti ladang yang tanahnya wangi, airnya lezat, dan bibitnya adalah ucapan Subhanallah, al-Hamdulillah, La ilaha illallah, dan Allahu Akbar’. (Hadits shahih, riwayat at-Thabrani).

Subhanallah! Ibrahim merindukan ummat Muhammad, merindukan kita yang hadir di sini!

Begitulah, orang yang hatinya telah tertanam benih ketakwaan tak akan pernah ragu dengan perintah Allah swt. Baginya, Allah adalah al-Wakil, yang kepada-Nya seluruh persoalan hidup diserahkan. Baginya, Allah adalah al-Hasib, yang dari-Nya segala keperluan dicukupi. Baginya, Allah adalah as-Salam, Sumber Kedamaian. Jadilah seperti Ibrahim yang hidup-lurus dan tunduk dengan perintah Allah!

 

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd

Teladan ketiga:

Jadilah seperti Muhammad yang penuh kasih kepada ummatnya dan peduli dengan keselamatan manusia

Figur ketiga yang pantas kita tiru keteladanannya adalah Belahan-jiwa kita, yaitu Muhammad saw.

Suatu kali, Rasulullah ditanya para sahabatnya, ‘Wahai Rasulullah, apakah qurban itu?’. Rasulullah menjawab, ‘Qurban adalah sunnah ayah kalian, yaitu Ibrahim’. Para sahabat kembali bertanya, ‘Jika kami ber-qurban, apa yang kami dapatkan dari qurban itu?’. Rasulullah menjawab, ‘Pada setiap helai rambutnya, terdapat kebaikan’. Para sahabat kembali bertanya, ‘Bagaimana dengan bulu-bulunya?’. Rasulullah menjawab, ‘Pada setiap helai bulunya juga terdapat kebaikan’. (Hadits hasan, riwayat at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd

Ketika melaksanakan haji wada‘, Rasulullah menyembelih 63 ekor unta di Mina dengan tangannya sendiri. Begitu pula, setiap hari Raya Idul Adha, Rasulullah membeli dua ekor domba yang gemuk, bertanduk, dan berbulu putih bersih. Sehabis memimpin shalat dan berkhutbah, beliau mengambil seekor domba itu dan meletakkan telapak kakinya di sisi tubuh domba, sambil berkata,

بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

Bismillah, Allahu Akbar, ya Allah, terimalah ini dariku dan dari ummatku yang tidak mampu ber-qurban’.

Lalu beliau menyembelihnya dengan tangannya sendiri. Setelah itu, beliau membaringkan domba yang satu lagi, sambil berkata,

هَذَا عَنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ

‘Ya Allah, terimalah ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad’.

Sebagian daging qurban itu dimakan Rasulullah dan keluarganya, sisanya dibagikan kepada orang-orang miskin. (Hadits hasan, riwayat oleh Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi).

Ketika Rasulullah ber-qurban atas nama dirinya, keluarganya, dan semua ummatnya yang tidak mampu ber-qurban, maka ibadah qurban bukan hanya sebagai ibadah individual, namun juga sebagai ibadah sosial. Dengan qurban – yang secara harfiah artinya mendekatkan – Rasulullah mengajarkan kita untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan mendekatkan diri kepada saudara-saudara kita yang nasibnya di bawah kita. Ketika kita memiliki kenikmatan, maka kenikmatan itu hendaknya juga dapat dirasakan oleh orang lain. Dengan puasa, kita merasakan lapar seperti laparnya orang miskin, dan dengan qurban kita mengajak mereka merasakan kenyang seperti kenyangnya kita. Subhanallah!

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd

Hidup harmonis dengan alam dan lingkungan…

Bukan hanya qurban yang berdimensi sosial yang menjadi salah satu manasik haji dan disunnahkan pula bagi yang tidak berhaji, namun Rasulullah saw. mengajarkan kita untuk hidup harmonis dengan alam dan lingkungan.

Lebih dari 14 abad yang lalu, jauh sebelum berdiri organisasi Green Peace, jauh sebelum lahir Protokol Kyoto, jauh sebelum diproklamasikan Hari Lingkungan Hidup, apalagi KTT tentang Perubahan Iklim, yang dilaksanakan beberapa waktu lalu di Bali, Rasulullah sudah mengajarkan ummatnya untuk hidup harmonis dengan alam dan lingkungan. Perhatikanlah, bahwa di antara pantangan yang tidak boleh dilanggar oleh orang yang berhaji, adalah memotong pepohonan. Subhanallah!

Rasulullah mengajarkan kita untuk memelihara ekosistem. Rasulullah mengajarkan kita untuk menjaga kelestarian alam. Kalau pohon saja dilarang dipotong, apalagi hutan. Rasulullah mengajarkan kita agar tidak melakukan pembalakan liar (illegal logging) terhadap hutan! Untuk urusan hutan, ternyata Indonesia masuk dalam ‘Guiness World Book of Record’, sebagai negara yang hutannya paling tercepat rusaknya, karena dibalak atau dibakar. Masya Allah!

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd

Akibat industrialisasi negara-negara maju melalui kegiatan pembakaran minyak bumi, batu bara, gas alam, dan pembukaan lahan-hijau yang tak terkontrol, maka dunia kini sedang mengalami tragedi peradaban, yaitu Pemanasan Global (Global Warming). Kegiatan industrialisasi itu menghasilkan karbon dioksida (CO2). Emisi yang dikeluarkan oleh karbon dioksida tertahan di atmosfir, sehingga suhu bumi menjadi panas.

Menurut para ilmuwan, pengaruh yang ditimbulkan pemanasan global ini terhadap kehidupan di bumi sangat dahsyat: mulai dari perubahan iklim yang tidak menentu, penurunan hasil panen, kekeringan, penyakit mematikan, suhu bumi yang makin panas sehingga es di kutub Utara mencair, naiknya permukaan laut sehingga menimbulkan badai tsunami, banjir lokal, sampai banjir besar seperti banjir raksasa di zaman Nabi Nuh, yang akan menimpa umat manusia pada satu abad ini. Allahu Akbar!

Menurut para ilmuwan, Asia adalah kawasan paling berbahaya. Lima negara yang terancam pemanasan global adalah Cina, India, Bangladesh, Vietnam, dan Indonesia. Lebih dari dua per tiga kota-kota besar di dunia akan terkena dampak pemanasan global. Salah satunya adalah Jakarta, yang 70 persen wilayahnya berada di kawasan pantai berelevasi rendah yang terancam oleh naiknya permukaan laut.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd

Mengapa Rasulullah melarang memotong pepohonan? Karena pepohonan menyerap karbon dioksida dari udara untuk melakukan fotosintesis dan menyimpannya sebagai biomassa di tubuhnya. Dengan tetap terpeliharanya pepohonan yang menyerap karbon dioksida, maka suhu bumi menjadi normal, pemanasan global menjadi terhambat, dan kehidupan manusia menjadi terselamatkan.

Allahu Akbar!

Sungguh, Rasulullah adalah teladan kita dan ummat manusia!

Oleh karena itu, di Hari Adha yang penuh keberkahan ini, mari kita kembali kepada petunjuk Islam, dengan merubah gaya-hidup kita. Hiduplah dengan mawas diri, tidak berlebihan, selaraskan akal dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, dan peduli dengan lingkungan dan kemaslahatan ummat, karena tidak ada agama yang petunjuknya dapat menyelamatkan ummat manusia, baik di dunia maupun akhirat, kecuali Islam.


Khutbah Kedua

الخطبة الثانية

اللهُ أَكْبَرُ «سبعا»، اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

الْحَمْدُ للهِ الْحَكِيْمِ الْعَلِيْمِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ، وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صّلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ، صَلاَةً وَسَلاَمًا كَامِلَيْنِ مُتَلاَزِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

أمّا بعد

فَيَا عِبَادَ اللهِ،  (فاتقوا الله ما استطعتم ) – التغابون ١٦

اتَّقُوا اللهَ رَبَّكُمْ، وَاعْبُدُوْهُ وَأَطِيْعُوْهُ وَوَحِّدُوْهُ، فَلاَ إِلَهَ غَيْرُهُ، إِنْ أَرَضْتُمْ دُخُوْلَ الْجِنَانِ، وَرُمْتُمْ رِضَى الرَّحْمَنِ، وَطَلَبْتُمُ السَّلاَمَةَ مِنَ النِّيْرَانِ، فَعَلَيْكُمْ بِتَوْحِيْدِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَسَلاَمَةِ الْعَقِيْدَةِ مِنَ اْلأَدْرَانِ، وَتَحْقِيْقِ الْعُبُوْدِيَّةِ وَاْلإِيْمَانِ

 أَلاَ وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَحِمَكُمُ اللهُ – عَلَى الْهَادِى الْبَشِيْرِ، وَالسِّرَاجِ الْمُنِيْرِ، كَماَ أَمَرَكُمْ بِذَلِكَ الْمَوْلَى اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ، فَقَالَ تَعَالَى قَوْلاً كَرِيْمًا: (إن الله وملائكته يصلون على النبي، يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما – الأحزاب ٥٦)

 اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا وَحَبِيْبِ قُلُوْبِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ: أَبِى بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ، وَعُمَرَ الْفَارُوْقِ، وَعُثْمَانَ ذِى النُّوْرَيْنِ، وَعَلِيٍّ أَبِى السِّبْطَيْنِ، وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اللَّهُمَّ اجْعَلْ عِيْدَنَا سَعِيْدًا، وَعَمَلَنَا صَالِحًا رَشِيْدًا، اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ حُجَّاجِ بَيْتِكَ الْحَرامِ حَجَّهُمْ، اللَّهُمَّ هَؤُلاَءِ عِبَادُكَ، أَتَوْا مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ، يَرْجُوْنَ رَحْمَتَكَ، وَيَخْشَوْنَ عَذَابَكَ، اللَّهُمَّ بَلِّغْهُمْ آمَالَهُمْ، يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ

Ya Allah, ya Tuhan kami,

Jadikanlah hari Raya kami ini sebagai kebahagiaan. Jadikan amal-amal kami sebagai sebagai amal shalih yang mencerahkan hidup kami. Terimalah ibadah-haji saudara-saudara kami yang berhaji tahun ini. Mereka semua adalah hamba-Mu. Mereka datang dari segala pelosok bumi-Mu, mengharapkan rahmat-Mu, dan takut akan azab-Mu. Maka, ya Allah, kabulkanlah keinginan-keinginan mereka. Hanya Engkau-lah Yang Maha Lestari dan Berkuasa, yang memiliki kekuasaan dan kemuliaan sempurna.

 اللَّهُمَّ كَمَا جَمَعْتَ أَجْسَادَهُمْ فِى الْمَكَانِ الْمُبَارَكِ فَاجْمَعْ قُلُوْبَهُمْ عَلَى الْحَقِّ وَالْهُدَى، اللَّهُمَّ كَمَا جَمَعْتَهُمْ وَجَمَعْتَنَا فِى هَذَا الْمَكَانِ فَاجْمَعْ قُلُوْبَنَا عَلَى كِتَابِكَ وَسُنَّةِ نَبِيِّكَ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَمِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ وَالْفِتَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ

Ya Allah, ya Tuhan kami,

Sebagaimana Engkau telah rekatkan jasad-jasad mereka di Tanah Suci-Mu, maka rekatkanlah hati mereka dengan kebenaran dan petunjuk. Ya Allah, sebagaimana Engkau telah kumpulkan mereka di Tanah Suci-Mu dan Kau kumpulkan kami di tempat ini, maka rekatkan pula hati kami untuk bersedia mengikuti tuntunan yang Engkau tunjukkan dalam Kitab-Mu dan sunnah Rasul-Mu. Satukan hati kami, perbaiki persoalan-persoalan yang terjadi di depan kami, tuntun kami menuju jalan keselamatan, jauhkan kami dari keburukan dan marabahaya, baik yang sedang terjadi di depan mata atau yang masih tersembunyi dari penglihatan kami.

اللَّهُمَّ وَفِّقْ إِمَامَنَا بِتَوْفِيْقِكَ، وَوَفِّقْهُمْ إِلَى مَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَخُذْ بِنَاصِيَتِهِمْ إِلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى، وَإِلَى مَا فِيْهِ إِعْلاَءُ كَلِمَتِكَ، وَإِعْزَازُ دِيْنِكَ، وَصَلاَحُ الْبِلاَدِ وَالْعِبَادِ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Ya Allah, ya Tuhan kami,

Berikan petunjuk-Mu kepada pemimpin-pemimpin kami.  Tuntun mereka dalam membuat kebijakan publik yang selaras dengan aturan-Mu. Ya Allah, pegang ubun-ubun mereka untuk selalu berada di jalan kebenaran dan ketakwaan, untuk bersemangat meninggikan kalimat-Mu dan kejayaan agama-Mu, dan berkomitmen untuk memperbaiki keadaan bangsa dan masyarakat.

اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، اللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُجَاهِدِيْنَ فِى كُلِّ مَكَانٍ، اللَّهُمَّ انْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ، اللَّهُمَّ مُنَّ عَلَيْنَا بِإِعَادَةِ الْمَسْجِدِ اْلأَقْصَى إِلَى بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ، وَتَحْرِيْرِ أَوْطَانِنَا مِنْ بَرَاثِنِ أَعْدَائِكَ أَعْدَاءِ الدِّيِْنِ، اللَّهُمَّ عَجِّل بِنَصْرِنَا، اللَّهُمَّ عَجِّلْ بِفَرَجِنَا، يَا قَوِيُّ يَا عَزِيْزُ، يَا هَيُّ يَا قَيُّوْمُ

Ya Allah, ya Tuhan kami,

Jayakanlah Islam dan kaum Muslim, hinakanlah kesyirikan dan kaum musyrikin. Ya Allah, bantulah saudara-saudara kami yang berjuang di jalan-Mu, di manapun mereka berada. Bantu mereka mengalahkan musuh-Mu dan musuh mereka. Ya Allah, bahagiakan kami dengan kembalinya Masjid al-Aqhsa ke pangkuan kami dan terbebasnya bangsa kami dari belenggu agresi musuh-Mu dan musuh agama-Mu. Ya Allah, segerakan kemenangan kami dan pecahkan belenggu yang melilit kami.

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ، وَاغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْمَيِّتِيْنَ، اللَّهُمَّ لاَ تَرُدَّناَ خَائِبِيْنَ، وَلاَ عَنْ بَابِكَ مَطْرُوْدِيْنَ، وَلاَ مِنْ رَحْمَتِكَ مَحْرُوْمِيْنَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ

Ya, Allah, dengan rahmat-Mu

Terimalah amal-amal kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Mengetahui. Ampuni kami, orangtua kami, dan saudara-saudara kami kaum muslimin, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, karena Engkau yang Maha Pengampun dan Penyayang. Ya Allah, jangan Kau kecewakan kami, jangan Kau tolak kami dari pintu-Mu, dan jangan jadikan kami terhalang mendapatkan kasih sayang-Mu.