Tag Archives: sakit

Bencilah dengan Perbuatannya, Bukan dengan Orangnya

14 Mei

Mari kita belajar dari 3 orang sahabat Rasulullah: Abu Darda, Ibnu Masud, dan Abu Dujanah al-Anshari radhiyallahu anhum. Mereka termasuk sahabat-sahabat Rasulullah yang senior.

Suatu hari, Abu Darda berjalan bersama para sahabatnya. Di tengah jalan, ia melihat seorang pendosa. Para sahabatnya yang lain mencaci orang itu.

Lalu Abu Darda berkata, ‘Bagaimana menurut kalian jika kalian menemukan dosa itu pada hati kalian, apakah kalian akan mengeluarkannya?’

Mereka menjawab, ‘Tentu saja’

Abu Darda berkata, ‘Makanya, janganlah kalian mencaci saudara kalian. Sebaiknya pujilah Allah karena Dia-lah yang telah menyelamatkan kalian dari dosa’.

Mereka bertanya, ‘Apakah engkau tidak membenci orang itu?’

Abu Darda menjawab, ‘Innama ubghidhu amalahu, fa idza tarokahu fa huwa akhi -sesungguhnya yang aku benci adalah perbuatannya. Jika ia sudah meninggalkan perbuatannya, maka ia tetap saudaraku’.

Lain lagi dengan Ibnu Masud. Ia pernah berkata, ‘Jika kalian melihat seseorang melakukan perbuatan dosa, maka janganlah kalian ikut-ikutan menjadi backing syetan terhadap orang itu, dengan mengatakan, ‘Ya Allah, balaslah perbuatannya. Ya Allah, laknatlah ia. Namun, mohonlah kepada Allah agar kalian mendapatkan afiat (keselamatan dari dosa). Sesungguhnya kita ini, para sahabat Nabi, tidak akan mengatakan sesuatu terhadap seseorang sampai kita tahu tanda kematiannya. Jika akhir hidup orang itu ditutup dengan kebaikan, maka tahulah kita bahwa ia sudah mendapat kebaikan. Jika hidup orang itu berakhir dengan keburukan, maka kita menjadi takut mendapat yang seperti itu’.

Begitulah sikap mulia Abu Darda dan Ibnu Masud dalam menyikapi pelaku dosa. Padahal kalau dilihat dari persfektif kesucian pribadi mereka, tentu saja keduanya lebih pantas untuk mencaci para pelaku dosa. Sebagaimana kita ketahui, Abu Darda adalah sahabat Rasulullah yang terkenal dengan figur yang rajin ibadah. Begitu pula dengan Ibnu Masud, yang punya suara indah, yang membuat Rasulullah menangis ketika mendengar Ibnu Masud membaca al-Quran di hadapannya. Bukan hanya itu, meskipun Ibnu Masud punya betis yang kecil, namun jika nanti ditimbang pada hari Kiamat, maka berat betisnya yang kecil itu akan melebihi beratnya Bukit Uhud. Ini menjadi tanda bahwa pemilik betis itu adalah orang mulia.

Lain lagi dengan orang yang bernama Abu Dujanah. Suatu hari ia sakit. Para sahabat yang lain datang menjenguknya.

Yang mengherankan, meskipun wajahnya pucat akibat sakit yang dideritanya, wajah Abu Dujanah tetap memancarkan cahaya.

Para sahabat bertanya, ‘Ma li wajhika yatahallalu? – Apa yang membuat wajahmu senantiasa bercahaya?’

Abu Dujanah menjawab, ‘Ada dua amal yang selalu aku pegang teguh dalam hidup ini. Pertama, aku tidak pernah berbicara dengan sesuatu yang kurang bermanfaat. Kedua, hatiku  selalu menilai sesama Muslim dengan hati yang tulus’.

Abu Darda, Ibnu Masud, dan Abu Dujanah menjalani hidup sesuai hati mereka, bukan sesuka hati mereka. Tentu saja, ada beda antara hidup SESUAI hati dengan hidup SESUKA hati.

Setiap hati akan bercerai-berai, kecuali hati yang saling mencinta atas dasar kecintaan kepada Allah, dan surga adalah tempat yang paling pantas untuk bersatunya hati seperti ini…

Kualitas Hidup Kita Ikut Dibentuk oleh Pikiran Kita Sendiri

15 Jan

Suatu hari, Rasulullah menjenguk seseorang yang sedang sakit demam. Beliau menghibur dan membesarkan hati orang tersebut. Beliau berkata, ‘Semoga penyakitmu ini menjadi penawar dosamu’.

Orang itu menjawab, ‘Tapi ini adalah demam yang mendidih, yang menimpa orangtua yang sudah peot, yang bisa menyeretnya ke lubang kubur’.

Mendengar keluhan orang itu, Rasulullah berkata, ‘Kalau demikian anggapanmu, maka akan begitulah jadinya’.

Saya minta Anda membaca lagi dialog Rasulullah di atas.

Well, sungguh indah apa yang dikatakan Rasulullah itu. Itulah chicken soup ala Rasulullah. Singkat, padat, dan lezat. Nah, Rasulullah seakan-akan mengatakan kepada kita bahwa hidup kita dibentuk oleh pikiran kita sendiri. Jika kita mau menerima (ridha) dengan kesusahan yang kita derita, maka kita bisa menjadikan penderitaan itu sebagai pelebur sebagian dosa kita. Atau sebaliknya, jika kita tidak ridha, maka kita sendiri yang memilih penderitaan itu menjadi kebinasaan, dan akhirnya kita ngedumel, nyerocos, dan marah-marah sendiri.

Sungguh merdu apa yang dikatakan Rasulullah. Perhatikan pesan-pesan Rasulullah berikut ini.

‘Barangsiapa yang ridha, maka ke-ridha-an itu untuknya. Barangsiapa yang benci, maka kebencian itu akan menjadi miliknya’ (Hadits, riwayat at-Tirmidzi)

‘Salah satu kebahagiaan seseorang adalah ke-ridha-annya menerima keputusan Allah’ (Hadits, riwayat Ahmad)

Jika kita memikirkan kebahagiaan, maka kita akan bahagia.

Jika kita berpikiran sedih, maka kita menjadi sedih.

Jika kita berpikiran takut, kita menjadi takut.

Jika kita berpikiran sakit, kita pun menjadi sakit.

You are what you think… Anda adalah apa yang Anda pikirkan…